Sudah Dibela, Lesti Kejora Minta Warganet Jangan Urusi Orang Lain, Aktivis Perempuan Beri Tanggapan: KDRT Adalah Urusan Publik
Aprosnc– Perdamaian yang dipilih oleh Lesti Kejora atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya, menuai kekecewaan publik yang merasa sudah membelanya mati-matian sebagai korban.
Semenjak Lesti Kejora mencabut laporan KDRT terhadap suaminya Rizky Billar, Kamis (13/10/2022), warganet terus menuliskan hujatan dikarenakan seperti telah dipermainkan oleh Lesti Kejora yang di awalnya sudah menimbulkan simpati besar publik namun berujung melakukan pencabutan laporan dan memilih berdamai bersama Rizky Billar.
Mengiringi hubungan kedua sejoli tersebut yang sudah kembali adem ayem, video lawas jebolan Dangdut Academy Indosiar tersebut yang pernah mengucapkan agar orang tidak mencampuri urusannya kembali menjadi viral.
Dalam video yang diunggah dalam instagram akun gosip tersebut, Lesti Kejora berpesan pada warganet agar tidak mencampuri hidup orang lain.
“Kalian yang sok tahu ama hidup orang, udah urusin aja hidup kalian sendiri. Kalian bersyukur sama diri sendiri, senengin diri sendiri,” kata Lesty Kejora dikutip Sabtu (15/10/2022).
Video pernyataan Lesti Kejora itu pun mendapatkan perhatian dari AKtivis Perempuan, Kalis Mardiasih. Sebagai aktivis perempuan, Kalis Mardiasih meluruskan mengenai pemikiran apabila KDRT dinilai sebagai urusan pribadi, menurutnya pemikiran tersebut adalah salah.
“Mitos kalau ada yang bilang KDRT urusan pribadi. Itu 100% salah. Sebab KDRT adalah urusan publik,” ucap Kalis dalam unggahan video Instagram pribadinya yang dikutip Yoursay.id, Sabtu (14/10/2022).
Kalis Mardiasih. (Youtube) (sumber:)
Kalis Mardiasih menjelaskan bahwa ada alasan-alasan yang membuat KDRT menjadi urusan publik dan bukan sekedar urusan pribadi. Alasan pertama, World Health Organization (WHO) telah menyatakan perlawanan terhadap kekerasan pada perempuan. Dikarenakan, 1 dari 3 perempuan pernah mengalami kekerasan yang berdampak pada kematian maupun disabilitas fisik permanen.
Menurutnya, jika WHO saja sampai turut campur mengenai urusan KDRT, maka siapapun boleh terlibat jika melihat ada kasus KDRT di depannya. “Kalau organisasi-organisasi sedunia aja ikut ngurusin KDRT maka kamu boleh juga boleh ikutan,” ujarnya.
Kemudian alasan yang kedua, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan KDRT sejak tahun 2004 yakni Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. “Dalam UU ini dinyatakan KDRT sebagai pelanggaran HAM. Kekerasan verbal, psikis, ekonomi, dan kekerasan fisik diatur hukum pidananya,” lanjut Kalis menjelaskan.
Dikatakannya, negara memiliki andil dalam mengurus kasus KDRT karena sudah disediakan anggaran besar untuk pemulihan korban, Dikarenakan korban KDRT yang kehilangan produktivitas dalam kerja dapat menghambat pembangunan, dan anak yang menyaksikan KDRT pun dapat mengalami resiko kesehatan serius.
Kalis Mardiasih pun mengungkapkan, salah satu fakta yang mengerikan ketika anak laki-laki biasa menyaksikan KDRT maka akan berpeluang besar menjadi pelaku kekerasan di masa depan. “Anak laki-laki yang menyaksikan KDRT lebih berpeluang dua kali lebih besar untuk menjadi pelaku kekerasan,” tandas pejuang kesetaraan gender tersebut.